Tak pernah ada kata maaf yang
terucap dariku untukmu
Tak pernah ada kata terima kasih
yang kukatakan padamu
Tak pernah ada kata sayang yang
kuungkapkan padamu
Karena
kupikir aku terlalu malu mengatakannya langsung padamu. Aku tak bisa
melakukannya. Tanpa sadar aku menjadi berpura pura tak peka padamu, tak peduli
dengan perasaanmu, tak mau mengerti hatimu.Aku melakukan apapun tanpa mau tahu
kau merasa sulit. Kau takut menjadi tak adil, kau takut menyakiti hati kami, kau
takut kami tak bahagia. Hingga kau tak kuaa menolak semua. Meskipu pada
akhirnya kau yang menderita. Dan kami masih belum bisa mengerti dengan terus
memaksakan kehendak kami padamu. Kembali dan terus mengulang kesalahan yang
sama padamu.
Buah hati
yang kau harapkan dapat sukses ini sudah banyak membuatmu kecewa. Dengan
harapan besar kau melepaskanku ke
pesantren. Melepaskan egomu untuk bersamaku agar aku bisa menjadi dewasa dan
menjadi anak yang solikha. Mengeluarkan biaya yang tak sedikit agar aku mau dan
bisa masuk. Tapi, sekali lagi, aku mengecewakanmu. Tak hanya menghamburkan
banyak uang, terus saja sakit, hingga akhirnya kau memenangkan egoku untuk
kembali pada “kebebasan”. Memupuskan impian masa kecilmu untuk pergi kepesantren
demi keegoisanku. Membuat uang yang kau kirimkan untukku yang diharapkan mampu
membauatku nyaman, terbuang sia sia. Karena aku yang mengalah pada egoku yang
tak mau diajari hidup sederhana.
Anakmu yang tak mampu apa apa bahkan hanya
dengan mengatakan maaf padamu ini sudah dewasa. Ia merasa sudah cukup untuk
bisa mengatur semuanya sendiri. Ia pikir ia bisa mengatasi semuanya. Ia pikir
ia akan bisa mengendalikan semuanya. Namun, pada akhirnya hanya membuatmu
semakin susah dan repot. Aku tak bisa mengatur semuanya. Aku tak bisa
mengatasinya. Dan aku tak bisa mengendalikannya. Sendiri. Aku, untuk kesekian
kalinya membuatmu menderita.
Kau, yang
selalu mengkhawatirkanku, memikirkanku, dan bersamaku. Kau, selalu bertanya
padaku apa aku sudah makan sementara kau belum menelan sesuap nasi pun. Kau,
yang selalu bertanya apa aku sehat sementara kau sedang menahan rasa sakit. Kau,
yang setiap aku pulang menyisiri rambutku dan bercerita tentang masa kecilku.
Meski aku sangat menyusahkanmu saat itu, kau bercerita dengan penuh senyuman.
Seperti air
mancur di pegunungan, setinggi apa pun tanah itu memuntahan airnya tapi tak
akan lebih tinggi dari pegunungan yang menjadi puncak yang mengairi. Begitu
juga aku padamu. Sekeras apapun aku berusaha membalasnya bahkan itu tak ada
bandingannya dengan tetesan air susu yang kau berikan untukku. Sebanyak air
laut yang ku pandang bersamamu dulu bahkan tak mampu mengantikan bulir keringat
yang kau teteskan untukku. Sebanyak apapun langkah yang aku tempuh hingga saat
ini tak akan mampu membandingkannya dengan derai air matamu untukku. Air ku tak
akan pernag bisa menyamai puncak gunungmu.
Senyum tulusmu
Belaian lembut tanganmu
Dekapan hangatmu
Raut wajah yang selalu
kurindukan
Aku akan
berusaha lebih baik lagi. Aku tak akan mengecewakanmu kali ini. Aku akan
membawa senyum bangga untukmu kali ini. Aku akan membawa derai air mata bahagia
kali ini. Aku akan bersungguh sungguh kali ini.
Jika didunia
ini ada reinkarnasi atau ada kehidupan dari awal lagi, aku akan berdoa kepada
Tuhan dengan seluruh hati dan perasaanku agar Ia mengizinkanku untuk kembali
menjadi anakmu.Menjadi orang yang sangat beruntung bisa mengenal dan
menyayangimu.
Maaf untuk semua yang tak
termaafkan
Terima kasih untuk yang tak
mampu ku balas
Dan aku menyayangimu untuk semua
sayang yang tak mampu aku ungkapkan
Love You
Your Little Girl
Hildatun
Najah
( My Last Day in home, Kamis 17 Oktober 2013 )
0 komentar:
Posting Komentar