Hari ini hujan kembali mengguyur kota Bandung. Meninggalkan
jejak jejak tanah basah dan beberapa pekerjaan rumah bagi warga yang
kediamannya terendam banjir. Aku hanya bisa melihat hujan dari balik jendela
kamarku dan sedikit berharap. Semoga ini hujan biasa, bukan hujan asam yang
bisa kapan saja melanda. Hujan asam, hujan yang terjadi karena naiknya sulfur,
nitrogen dan amonia yang naik ke atas awan. Sulfur dan nitrogen yang berasl
dari industry, pembangkit listrik dan asap kendaraan, dan amonia yang berasal
dari peternakan. aku berdoa agar hujan itu buaknlah hujan yang berbahaya dan
hanya akan membawa bajir, bukan penyakit lain yang berasal dari hujan asam.
Mungkin aneh tiba tiba aku berpikir tentang hujan asam
pasalnya aku bukan termasuk orang yang peduli pada lingkungan. Padahal masih
teringat jelas dalam ingatanku beberapa tahun yang lalu aku pernah sakit karena
masalah sepele yang berhubungan dengan lingkungan. Bukan karena terkena DBD,
bukan pula terkena gatal gatal apalagi Cikungunya. Tapi karena aku membuat
makalah mengenai lingkungan, global warming tepatnya. Sepanjang aku membuat
makalah untuk lomba tersebut, aku begitu stress memikirkan nasib bumi yang
semakin menangis penuh derita. Rasa sakit yang tak akan kita tahu sampai sejauh
mana bumi bisa menahannya.
Namun, rasa khawatir yang membuat tekanan darahku turun itu
kini hanya membawa dampak kecil. Hingga kemarin, aku kembali menyadarinya. Arti
penting menjaga lingkungan. Artinya membalas apa yang bumi berikan pada kita. Aku
kembali tersadar pada acara Diskusi Publik dengan tema Harmonisasi Industri dan
Lingkungan di Gedung DPR. Acara yang didukung oleh PT. Semen Indonesia dan dihadiri oleh anggota DPR, staf
Kementrian Lingkungan Hidup dan LSM Rekonservasi Bhumi itu kembali
mengingatkanku akan penyebab utama lapisan ozon di bumi menipis.
Pembahasan awal mengenai PROPER, program pemerintah untuk
meningkatkan kepatuhan dalam pengelolaan lingkungan, selanjutnya penjelasan
mengenaipenyebab peningkatan emisi gas oleh salah satu anggota Komisi VII DPR. Dan
yang ketiga adalah dari PT. Semen Padang. Aku merasa unik dengan hal ini. PT.
Semen Padang merupakan salah satu perusahaan ekstraktif yang mengambil bahan
baku dari alam untuk memulai industrinya, namun komitmennya terhadap lingkungan
sangat pantas diacungi jempol. Sudah sejak tahun 2012 PT. Semen Padang
mendapatkan peringkat Gold oleh pemerintah dalam pemeliharaan lingkungan.
Aku merasa heran dengan komitmen mereka yang begitu kuat
menjaga kehidupan bumi agar tetap asri dan terus bisa dihuni. Aku pun semakin
tertarik mendengar penjelasan mengenai Pabrik Indarung V yang ternyata
mempunyai instalasi WHRPG (Waste Heat Recovery Power Generation). Instalasi
yang mampu mengubah panas buang dari proses pembakaran menjadi tenaga penggerak
generator yang bisa menghasilkan listrik. Menjadi sebuah timbal balik yang luar
biasa yang meliputi empat aspek sekaligus, yaitu efisiensi, lingkungan,
employment dan transfer teknologi. Saat aku mencari pabrik semen lain
yang menggunakan teknologi ini, aku tak bisa menemukan yang lain selain PT.
Semen Padang.
Aku pun kembali
mendengarkan penjelasan Pak Gatot yang merupakan Direktur Hukum dan SDM PT.
Semen Indonesia mengenai kecanggihan teknologi lain yang dipakai PT. Semen
Padang agar bisa bersatu dengan lingkungan. Diantaranya, RDF atau Refused
Derived Fuel dan Green Belt. Sangat
sesuai dengan prinsip PT. Semen Indonesia yaitu "Menjadi perusahaan persemenan
yang andal, unggul dan berwawasan lingkungan di Indonesia bagian barat dan Asia
Tenggara".
Kecintaan mereka industry semen tersebut terhadap lingkungan
pun terwujud dengan program CSR dengan Komunitas We Green Industry (WEGI)
menularkan semangat lingkungan kepadaku. Membuat hari ini aku kembali berpikir
daripada menghabiskan Rp. 200,- untuk membayar kantong plastic, aku lebih
memilih berbelanja sambil membawa ransel. Terlebih melihat hujan yang sedari
tadi tak juga reda. Berharap aku bisa berada diantara mereka. Orang-orang hebat
yang tak lupa pada dunia yang sudah membesarkannya. Membalas bumi semampu
mereka. Akupun akan berusaha berbuat sebelum orang lain memikirkannya, seperti
motto PT. Semen Indonesia.