Chapter II Prologue



Aku terpaku mengingat masa laluku. Aku jadi rindu keluarga dan teman temanku. Sedang apa kalian disitu? Aku tersenyum mengingat dulu, betapa polosnya aku. Tak sadar tertawa sendiri mengingat memori. Hingga tak terasa konser dengan ribuan penonton itu telah usai. Meninggalkanku yang masih tersenyum mengingat kenangan. Tepat setelah aku menutup layar laptop yang selalu menemani hariku, Teh Kiki memanggilku. Ia berkata bahwa ia sudah selesai dan kini giliranku yang masuk. Aku kembali memfokuskan pikiranku. Berpikir sejenak apa yang akan kulakukan hari ini. Seraya berpikir aku mengambil peralatan mandi dan baju gantiku.
Kupijaki jajaran tangga dibawahku. Satu satunya penghubung lantai atas dan bawah. Setelah mandi dan merapikan diri, ku turuni tangga dengan hati hati. Tangga itu masih basah karena efek hujan semalam. Kueratkan lagi sweater hijauku. Udara pagi ini cukup dingin. Bersama embun dan hawa sejuk ku sususuri jalanan guna mengais ilmu. Kulirik lagi Kitab Tafsir Jalalain yang ada dalam dekapanku. Aku akan mengaji pagi ini.
Kusantap makanan yang telah kumasak tadi. Sederhana, hanya nasi goreng dengan telur. Kukira cukup untuk mengisi karbohidrat sebagai sumber energiku pagi ini. Ah, kenyangnya. Segera kutaruh piring kotor didekat rak. Bukannya jorok dan tidak mau mencuci, tapi semua sudah terjadwal dan ini bukan jatahku untuk membersihkan piring piring itu. Ku cek lagi tugas dan barang barang yang harus kubawa degan sebuah piscok terjepit diantara bibirku. Sebagai penutup kumakan pisang coklat yang manis itu lalu meminum segemas air dari gelas kaca biruku. Oke, sepertinya tugasku sudah selesai semua dan tak ada barang yang tertinggal.
Aku berjalan menelusuri sepi. Bersama dengan mentari pagi yang menghangatkan bumi. Aku kembali melakukan rutinitasku sebagai mahasiswa. Mandi,  mengaji, lalu sarapan, mengecek tugas dan berangkat kuliah. Hal yang terus kuulang setiap pagi.
Kulangkahkan kaki melewati jalan setapak yang biasa kulalui. Berjalan dengan ditemani suara kelima remaja yang kini sudah menjadi dewasa. Menemaniku melawan rasa sunyi yang membuatku merasa sendiri.
Tiba tiba dari arah belakang kudengar suara gemuruh langkah kaki. Dengan sigap kugeser tubuhku kesamping. Dan benar saja, kulihat anak anak SMP berlarian saling mengejar. Dari raut wajah mereka terlihat bahagia. Itu masih dunia mereka. Bermain dan tertawa. Entah kenapa hati ini terasa hangat dengan sendirinya beriring dengan senyum yang tanpa kusadari terpatri diwajahku. Sungguh pemandangan yang indah.
Kehangatan itu menjalar dan merangsang saraf memoriku kembali. Kembali mengingat masa dini. Masa yang kulalui hingga aku bisa seperti sekarang ini. Dan mulai membandingkannya dengan mereka yang tengah berlari. Kisahku dulu ialah seperti ini.

0 komentar:

Posting Komentar